Ketua Komnas HAM RI periode 2022-2027, Atnike Nova Sigiro |
Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia menolak untuk melanjutkan Memorandum of Understanding atau MoU Jeda Kemanusiaan Papua yang ditandatangani oleh Ketua Komnas HAM sebelumnya Ahmad Taufan Damanik dengan Dewan Gereja Papua, Majelis Rakyat Papua, dan United Liberation Movement for West Papua di Jenewa, Swiss 11 November 2022 lalu.
Ketua Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro menjelaskan alasan tidak melanjutkan MoU ini. Ia menilai, pembuatan keputusan yang sifatnya strategis tidak boleh dibuat oleh pejabat publik pada masa akhir jabatan.
“Secara etika pembuatan keputusan itu cacat prosedur,” kata Atnike, Kamis, 9 Februari 2023.
Kesepakatan itu dibuat pada detik-detik akhir masa jabatan komisioner Komnas HAM periode 2017-2022, di tanggal yang sama Komisioner Komnas HAM periode 2022-2027 dilantik. Kata Atnike, seharusnya satu bulan sebelum akhir masa jabatan, pejabat publik tidak boleh membuat keputusan yang bersifat strategis.
“Jangankan pada hari yang sama, sebetulnya sebulan sebelum seorang pejabat publik masa jabatannya habis, sebaiknya tidak membuat keputusan yang bersifat strategis,” kata dia.
Atnike juga menjelaskan posisi Komnas HAM dalam MoU jeda kemanusiaan di Papua seolah-olah sebagai pihak yang terlibat konflik secara langsung.
Seharusnya, lanjut dia, Komnas HAM memiliki peran sebagai pihak yang memediasi pihak yang berkonflik berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Selain itu, Ketua Komnas HAM periode 2022-2027 ini juga menemukan dugaan adanya pelanggaran prosedur pengambilan keputusan sebelum pembuatan MoU tersebut. Pengambilan keputusan di Komnas HAM harus melalui sidang paripurna komisioner. Sementara Jeda Kemanusiaan, kata Atnike, diduga tidak melalui mekanisme sidang paripurna.
“Kami sudah mempelajari dokumen tentang rapat paripurna dari Januari sampai Oktober, itu tidak ada dokumen mengenai Jeda Kemanusiaan,” kata dia.
Kata Atnike, bukan berarti komisioner periode 2022-2027 menolak perdamaian di Papua, karena Komnas HAM tetap akan melakukan pemantauan serta mendorong dialog-dialog untuk menciptakan kondisi Papua yang lebih damai, meskipun Komnas HAM memilih tidak melanjutkan perjanjian tersebut.
Atnike berkata posisi yang diambil Komnas HAM dalam perjanjian itu akan menantang lawannya ke depan dalam mengatasi konflik di Papua. Dia mengatakan sebagai pihak yang ikut meneken kesepakatan akan berimplikasi bahwa Komnas HAM bertanggung jawab atas situasi konflik di Papua. Menurutnya, posisi itu akan mengganggu netralitas lembaganya dalam dialog-dialog kemanusiaan mengenai Papua ke depannya. “Jadi yang kami tolak bukan ide dialognya, tapi posisikan Komnas HAM dalam MoU tersebut,” ujarnya.
Atnike berpendapat terdapat ambiguitas mengenai posisi lembaganya dalam kesepakatan tersebut. Dia menilai ambiguitas tersebut justru akan membuat rumit dialog perdamaian di Papua ke depannya.
“Kami melihat ada proses yang kalau peribahasanya memanjang-manjangkan tali mengancam,” kata dia.
Menurut Atnike, Komnas HAM di masa kepemimpinannya telah mempelajari dokumen perjanjian itu. Kesimpulan dari evaluasi tersebut, kata dia, adalah Komnas HAM tidak dapat melaksanakan isi kesepakatan tersebut. “Jadi kami bukannya mencabut, tetapi tidak bisa melaksanakan,” katanya. Daniel
Email admin@yapekopa.org